Selasa, 04 November 2014

ALGORITMA PENJADWALAN



Pengertian algoritma penjadwalan

Penjadwalan berkaitan dengan permasalahan memutuskan proses mana yang akan dilaksanakan dalam suatu sistem. Proses yang belum mendapat jatah alokasi dari CPU akan mengantri di ready queue. Algoritma penjadwalan berfungsi untuk menentukan proses manakah yang ada di ready queue yang akan dieksekusi oleh CPU

Algoritma penjadwalan,baik berupa operasiannya atau contoh pengoperasiannya
Ada beberapa algoritma dalam penjadwalan proses, algoritma-algoritma tersebut adalah:

Round Robin
Algorima ini merupakan proses antrian, yang mana proses akan mendapatkan jatah waktu sebesar time quantum. Jika waktu quantumnya selesai maka prosesnya pun selesai. Proses ini merupakan proses yang adil karena tidak ada proses yang didahulukan, semua proses mendapatkan jatah waktu yang sama yaitu 1/n.
Permasalahan utama pada Round Robin adalah menentukan besarnya time quantum. Jika time quantum yang ditentukan terlalu kecil, maka sebagian besar proses tidak akan selesai dalam 1 quantum. Hal ini tidak baik karena akan terjadi banyak switch, padahal CPU memerlukan waktu untuk beralih dari suatu proses ke proses lain (disebut dengan context switches time). Sebaliknya, jika time quantum terlalu besar, algoritma Round Robin akan berjalan seperti algoritma first come first served yang mana yang dating dahulu akan dilayani terlebih dahulu.Time quantum yang ideal adalah jika 80% dari total proses memiliki CPU burst time yang lebih kecil dari 1 time quantum.
Penggunaan Waktu Quantum
Multilevel Queue
Ide dasar dari algoritma ini berdasarkan pada sistem prioritas proses. Prinsipnya, jika setiap proses dapat dikelompokkan berdasarkan prioritasnya, maka akan didapati queue seperti pada gambar berikut:
Dari gambar tersebut terlihat bahwa akan terjadi pengelompokan proses-proses berdasarkan prioritasnya. Kemudian muncul ide untuk menganggap kelompok-kelompok tersbut sebagai sebuah antrian-antrian kecil yang merupakan bagian dari antrian keseluruhan proses, yang sering disebut dengan algoritma multilevel queue.
Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa seolah-olah algoritma dengan prioritas yang dasar adalah algoritma multilevel queue dimana setiap queue akan berjalan dengan algoritma FCFS yang memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, dalam prakteknya, algoritma multilevel queue memungkinkan adanya penerapan algoritma internal dalam masing-masing sub-antriannya yang bisa memiliki algoritma internal yang berbeda untuk meningkatkan kinerjanya.
Berawal dari priority scheduling, algoritma ini pun memiliki kelemahan yang sama dengan priority scheduling, yaitu sangat mungkin bahwa suatu proses pada queue dengan prioritas rendah bisa saja tidak mendapat jatah CPU. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu caranya adalah dengan memodifikasi algoritma ini dengan adanya jatah waktu maksimal untuk tiap antrian, sehingga jika suatu antrian memakan terlalu banyak waktu, maka prosesnya akan dihentikan dan digantikan oleh antrian dibawahnya, dan tentu saja batas waktu untuk tiap antrian bisa saja sangat berbeda tergantung pada prioritas masing-masing antrian.


Multiple Feedback Queue (MFQ)
Algoritma ini merupakan algoritma yang mengizinkan proses untuk pindah antrian. Jika suatu proses menyita CPU terlalu lama, maka proses itu akan dipindahkan ke antrian yang lebih rendah. Hal ini akan sangat menguntungkan karena akan menggunakan waktu yang sedikit dalam pengerjaan proses-proses tersebut. Demikian pula dengan proses yang menunggu lama maka prose ini akan dinaikkan ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan begitu CPU akan bekerja dengan penuh dan M/K dapat terus sibuk. Semakin rendah tingkatnya, panjang CPU burst proses juga semakin panjang.
Multilevel Feedback Queue
Algoritma ini didefinisikan melalui beberapa parameter, antara lain:
Jumlah antrian.
Algoritma penjadwalan tiap antrian.
Kapan menaikkan proses ke antrian yang lebih tinggi.
Kapan menurunkan proses ke antrian yang lebih rendah.
Antrian mana yang akan dimasuki proses yang membutuhkan.
Dengan pendefinisian seperti tadi membuat algoritma ini sering dipakai, karena algoritma ini mudah dikonfigurasi ulang supaya cocok dengan sistem. Tapi untuk mengatahui mana penjadwal terbaik, kita harus mengetahui nilai parameter tersebut.
Multilevel feedback queue adalah salah satu algoritma yang berdasar pada algoritma multilevel queue. Perbedaan mendasar yang membedakan multilevel feedback queue dengan multilevel queue biasa adalah terletak pada adanya kemungkinan suatu proses berpindah dari satu antrian ke antrian lainnya, entah dengan prioritas yang lebih rendah ataupun lebih tinggi, misalnya pada contoh berikut.
Semua proses yang baru datang akan diletakkan pada queue 0 ( quantum= 8 ms).
Jika suatu proses tidak dapat diselesaikan dalam 8 ms, maka proses tersebut akan dihentikan dan dipindahkan ke queue 1 ( quantum= 16 ms).
Queue 1 hanya akan dikerjakan jika tidak ada lagi proses di queue 0, dan jika suatu proses di queue 1 tidak selesai dalam 16 ms, maka proses tersebut akan dipindahkan ke queue 2.
Queue 2 akan dikerjakan bila queue 0 dan 1 kosong, dan akan berjalan dengan algoritma FCFS.
Disini terlihat bahwa ada kemungkinan terjadinya perpindahan proses antar queue, dalam hal ini ditentukan oleh time quantum, namun dalam prakteknya penerapan algoritma multilevel feedback queue akan diterapkan dengan mendefinisikan terlebih dahulu parameter-parameternya, yaitu:
Jumlah antrian.
Algoritma internal tiap queue.
Aturan sebuah proses naik ke antrian yang lebih tinggi.
Aturan sebuah proses turun ke antrian yang lebih rendah.
Antrian yang akan dimasuki tiap proses yang baru datang.
Contoh: Terdapat tiga antrian; Q1=10 ms, FCFS Q2=40 ms, FCFS Q3=FCFS proses yang masuk, masuk ke antrian Q1. Jika dalam 10 ms tidak selesai, maka proses tersebut dipindahkan ke Q2. Jika dalam 40 ms tidak selesai, maka dipindahkan lagi ke Q3. Berdasarkan hal-hal di atas maka algoritma ini dapat digunakan secara fleksibel dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan sistem. Pada zaman sekarang ini algoritma multilevel feedback queue adalah salah satu yang paling banyak digunakan.

Shortest Remaining First (SRF)
Pada algoritma ini setiap proses yang ada di ready queue akan dieksekusi berdasarkan burst time terkecil. Hal ini mengakibatkan waiting time yang pendek untuk setiap proses dan karena hal tersebut maka waiting time rata-ratanya juga menjadi pendek, sehingga dapat dikatakan bahwa algoritma ini adalah algoritma yang optimal.
Contoh Shortest Job First
Contoh: Ada 4 buah proses yang datang berurutan yaitu P1 dengan arrival time pada 0.0 ms dan burst time 7 ms, P2 dengan arrival time pada 2.0 ms dan burst time 4 ms, P3 dengan arrival time pada 4.0 ms dan burst time 1 ms, P4 dengan arrival time pada 5.0 ms dan burst time 4 ms. Hitunglah waiting time rata-rata dan turnaround time dari keempat proses tersebut dengan mengunakan algoritma SJF. Average waiting time rata-rata untuk ketiga proses tersebut adalah sebesar (0 +6+3+7)/4=4 ms.
Contoh: Ada 4 buah proses yang datang berurutan yaitu P1 dengan arrival time pada 0.0 ms dan burst time 7 ms, P2 dengan arrival time pada 2.0 ms dan burst time 4 ms, P3 dengan arrival time pada 4.0 ms dan burst time 1 ms, P4 dengan arrival time pada 5.0 ms dan burst time 4 ms. Hitunglah waiting time rata-rata dan turnaround time dari keempat proses tersebut dengan mengunakan algoritma SJF.
Average waiting time rata-rata untuk ketiga proses tersebut adalah sebesar (0 +6+3+7)/4=4 ms.
Average waiting time rata-rata untuk ketiga prses tersebut adalah sebesar (9+1+0+2)/4=3 ms.
Ada beberapa kekurangan dari algoritma ini yaitu:
Susahnya untuk memprediksi burst time proses yang akan dieksekusi selanjutnya.
Proses yang mempunyai burst time yang besar akan memiliki waiting time yang besar pula karena yang dieksekusi terlebih dahulu adalah proses dengan burst time yang lebih kecil.
Algoritma ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Preemptive . Jika ada proses yang sedang dieksekusi oleh CPU dan terdapat proses di ready queue dengan burst time yang lebih kecil daripada proses yang sedang dieksekusi tersebut, maka proses yang sedang dieksekusi oleh CPU akan digantikan oleh proses yang berada di ready queue tersebut. Preemptive SJF sering disebut juga Shortest-Remaining- Time-First scheduling.
Non-preemptive . CPU tidak memperbolehkan proses yang ada di ready queue untuk menggeser proses yang sedang dieksekusi oleh CPU meskipun proses yang baru tersebut mempunyai burst time yang lebih kecil.

Higest Ratio Next (HRN)
Higest Ratio Next (HRN) Merupakan penjadwalan untuk mengoreksi kelemahan SJF yang berprioritas dinamis. HRN Adalah strategi penjadwalan dengan prioritas proses tidak hanya merupakan fungsi waktu layanan,tetapi juga jumlah waktu tunggu proses. Begitu proses mendapat jatah pemroses, maka proses berjalan sampai selesai. Prioritas dinamis HRN dihitung berdasarkan rumus berikut : Prioritas = (waktu tunggu + waktu layanan ) / waktu layanan. Karena waktu layanan muncul sebagai pembagi, maka job lebih pendek berprioritas lebih baik, karena waktu tunggu sebagai pembilang, maka proses yang telah menunggu lebih lama juga mempunyai kesempatan lebih bagus. Mengapa algoritma ini disebut HRN karena waktu tunggu ditambah waktu layanan adalah waktu tanggap, yang berarti waktu tanggap tertinggi yang harus dilayani.

Priority Schedulling (PS)
Priority Scheduling merupakan algoritma penjadwalan yang mendahulukan proses yang memiliki prioritas tertinggi. Setiap proses memiliki prioritasnya masing-masing.
Prioritas suatu proses dapat ditentukan melalui beberapa karakteristik antara lain:
1.       Time limit.
2.       Memory requirement.
3.       Akses file.
4.       Perbandingan antara burst M/K dengan CPU burst.
5.       Tingkat kepentingan proses.
Priority scheduling juga dapat dijalankan secara preemptive maupun non preemptive. Pada preemptive, jika ada suatu proses yang baru datang memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada proses yang sedang dijalankan, maka proses yang sedang berjalan tersebut dihentikan, lalu CPU dialihkan untuk proses yang baru datang tersebut. Sementara itu, pada non-preemptive, proses yang baru datang tidak dapat menganggu proses yang sedang berjalan, tetapi hanya diletakkan di depan queue.
Kelemahan pada priority scheduling adalah dapat terjadinya indefinite blocking( starvation). Suatu proses dengan prioritas yang rendah memiliki kemungkinan untuk tidak dieksekusi jika terdapat proses lain yang memiliki prioritas lebih tinggi darinya. Solusi dari permasalahan ini adalah aging, yaitu meningkatkan prioritas dari setiap proses yang menunggu dalam queue secara bertahap. Contoh: Setiap 10 menit, prioritas dari masing-masing proses yang menunggu dalam queue dinaikkan satu tingkat. Maka, suatu proses yang memiliki prioritas 127, setidaknya dalam 21 jam 20 menit, proses tersebut akan memiliki prioritas 0, yaitu prioritas yang tertinggi (semakin kecil angka menunjukkan bahwa prioritasnya semakin tinggi).

Guaranteed Scheduling (GS)
Penjadwalan ini memberikan janji yang realistis (memberi daya pemroses yang sama) untuk membuat dan menyesuaikan performance adalah jika ada N pemakai, sehingga setiap proses (pemakai) akan mendapatkan 1/N dari daya pemroses CPU. Untuk mewujudkannya, sistem harus selalu menyimpan informasi tentang jumlah waktu CPU untuk semua proses sejak login dan juga berapa lama pemakai sedang login. Kemudian jumlah waktu CPU, yaitu waktu mulai login dibagi dengan n, sehingga lebih mudah menghitung rasio waktu CPU. Karena jumlah waktu pemroses tiap pemakai dapat diketahui, maka dapat dihitung rasio antara waktu pemroses yang sesungguhnya harus diperoleh, yaitu 1/N waktu pemroses seluruhnya dan waktu pemroses yang telah diperuntukkan proses itu. Rasio 0,5 berarti sebuah proses hanya punya 0,5 dari apa yang waktu CPU miliki dan rasio 2,0 berarti sebuah proses hanya punya 2,0 dari apa yang waktu CPU miliki. Algoritma akan menjalankan proses dengan rasio paling rendah hingga naik ketingkat lebih tinggi diatas pesaing terdekatnya. Ide sederhana ini dapat diimplementasikan ke sistem real-time dan memiliki penjadwalan berprioritas dinamis.

STRATEGI DASAR PENJADWALAN
Strategi penjadwalan proses secara umum dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu penjadwalan non-preemptive dan preemptive.
Non-preemptive (run-to-completion)
Pada strategi ini, begitu proses telah berjalan maka sistem operasi maupun proses lain tidak dapat mengmabil alih eksekusi prosesor. Pengalihan hanya dapat terjadi jika proses yang running sudah selesai, baik secara normal maupun abnormal. Strategi ini membahayakan sistem dan proses lain, sebab jika proses yang sedang berjalan mengalami kegagalan, crash ataupun looping tak berhingga maka sistem operasi menjadi tidak berfungsi dan proses lain tidak mendapatkan kesempatan untuk dieksekusi. Strategi penjadwalan non-preemptive umumnya digunakan pada sistem batch atau sekuensial.
Preemptive
Pada strategi ini, sistem operasi dan proses lain dapat mengambil alih eksekusi prosesor tanpa harus menunggu proses yang sedang running menyelesaikan tugasnya. Penjadwalan preemptive merupakan fitur yang penting, terutama pada sistem dimana proses-proses memerlukan tanggapan prosesor secara cepat. Sebagai contoh adalah sistem real-time, dimana jika terjadi interupsi dan tidak segera dilayani maka dapat berakibat fatal. Contoh lain adalah sistem interaktif time-sharing, dimana pengguna sistem mengharapkan tanggapan yang cepat dari sistem. Secara umum, sistem konkuren seperti sistem operasi yang multitasking lebih menghendaki sistem penjadwalan preemptive.
Penjadwalan Preemptive
Penjadwalan CPU mungkin akan dijalankan ketika proses dalam keadaan:
Berubah dari running ke waiting state.
Berubah dari running ke ready state.
Berubah dari waiting ke ready state.
Dihentikan.
Penjadwalan Preemptive mempunyai arti kemampuan sistem operasi untuk memberhentikan sementara proses yang sedang berjalan untuk memberi ruang kepada proses yang prioritasnya lebih tinggi. Penjadwalan ini bisa saja termasuk penjadwalan proses atau M/K. Penjadwalan Preemptive memungkinkan sistem untuk lebih bisa menjamin bahwa setiap proses mendapat sebuah slice waktu operasi. Dan juga membuat sistem lebih cepat merespon terhadap event dari luar (contohnya seperti ada data yang masuk) yang membutuhkan reaksi cepat dari satu atau beberapa proses. Membuat penjadwalan yang Preemptive mempunyai keuntungan yaitu sistem lebih responsif daripada sistem yang memakai penjadwalan Non Preemptive.
Dalam waktu-waktu tertentu, proses dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: proses yang memiliki Burst M/K yang sangat lama disebut I/O Bound, dan proses yang memiliki Burst CPU yang sangat lama disebutCPU Bound. Terkadang juga suatu sistem mengalami kondisi yang disebut busywait, yaitu saat dimana sistem menunggu request input(seperti disk, keyboard, atau jaringan). Saat busywait tersebut, proses tidak melakukan sesuatu yang produktif, tetapi tetap memakan resource dari CPU. Dengan penjadwalan Preemptive, hal tersebut dapat dihindari.
Dengan kata lain, penjadwalan Preemptive melibatkan mekanisme interupsi yang menyela proses yang sedang berjalan dan memaksa sistem untuk menentukan proses mana yang akan dieksekusi selanjutnya.
Penjadwalan nomor 1 dan 4 bersifat Non Preemptive sedangkan lainnya Preemptive. Penjadwalan yang biasa digunakan sistem operasi dewasa ini biasanya bersifat Preemptive. Bahkan beberapa penjadwalan sistem operasi, contohnya Linux 2.6, mempunyai kemampuan Preemptive terhadap system call-nya ( preemptible kernel). Windows 95, Windows XP, Linux, Unix, AmigaOS, MacOS X, dan Windows NT adalah beberapa contoh sistem operasi yang menerapkan penjadwalan Preemptive.
Lama waktu suatu proses diizinkan untuk dieksekusi dalam penjadwalan Preemptive disebut time slice/quantum. Penjadwalan berjalan setiap satu satuan time slice untuk memilih proses mana yang akan berjalan selanjutnya. Bila time slice terlalu pendek maka penjadwal akan memakan terlalu banyak waktu proses, tetapi bila time slice terlau lama maka memungkinkan proses untuk tidak dapat merespon terhadap event dari luar secepat yang diharapkan.
Penjadwalan Non Preemptive
Penjadwalan Non Preemptive ialah salah satu jenis penjadwalan dimana sistem operasi tidak pernah melakukan context switch dari proses yang sedang berjalan ke proses yang lain. Dengan kata lain, proses yang sedang berjalan tidak bisa di- interupt.
Penjadwalan Non Preemptive terjadi ketika proses hanya:
Berjalan dari running state sampai waiting state.
Dihentikan.
Ini berarti CPU menjaga proses sampai proses itu pindah ke waiting state ataupun dihentikan (proses tidak diganggu). Metode ini digunakan oleh Microsoft Windows 3.1 dan Macintosh. Ini adalah metode yang dapat digunakan untuk platforms hardware tertentu, karena tidak memerlukan perangkat keras khusus (misalnya timer yang digunakan untuk menginterupt pada metode penjadwalan Preemptive).
Dispatcher
Komponen penjadwalan proses lainnya adalah dispatcher. Dispatcher adalah suatu rutin sistem operasi yang berfungsi untuk melakukan pengalihan eksekusi dari proses yang running ke proses yang terseleksi oleh short-term scheduler. Rutin ini memindahkan isi register prosesor, konteks prosesor, ke PCB proses yang dihentikan, kemudian mengubah statusnya menjadi ready, kemudian menginisiasi isi register prosesor menggunakan konteks prosesor yang tersimpan dalam PCB proses terpilih. Durasi waktu yang diperlukan untuk melakukan pengalihan (switching) disebut dengan dispatch latency.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS

A.      PENGERTIAN ETIKA MENURUT PARA AHLI Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah...