PENGERTIAN
PERIKATAN
NAMA : ROMI FACHRUDDIN ACHMAD
KELAS : 2EB28
NPM : 29214792
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam
bahasa Belanda “verbintenis”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang
yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah pristiwa hukum yang
dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli, hutang-piutang, dapat berupa
kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya
pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Pristiwa hukum itu menciptakan
hubungan hukum.
Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan
kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut
sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan
itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan
pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut
disebut prestasi.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa perikatan itu
adalah hubungan hukum. Hubungan hukum itu timbul karena adanya pristiwa hukum
yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Objek hubungan itu adalah harta
kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang berhak menuntut sesuatu
disebut kreditur, dan pihak yang wajib memenuhi tuntutan itu disebut debitur.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa perikatan adalah hubungan hukum mengenai
harta kekayaan yang terjadi antara kreditur dan debitur.[1][3]
·
DASAR Hukum Perikatan
Perikatan
diatur dalam Buku KUH Perdata. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi
karena perjanjian dan Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan meliputi bagian
umum dan bagian khusus. Bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Bab I,
Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi
perikatan umum. Adapun bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan
1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi
perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam
bab-bab bersangkutan.
Pengaturan
nama didasarkan pada “sistem terbuka”, maksudnya setiap orang boleh mengadakan
perikatan apa saja, baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum
ditentukan namanya dalam Undang-Undang. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal,
yaitu :
a. Tidak dilarang
Undang-Undang
b. Tidak bertentangan
dengan ketertiban umum
c. Tidak
bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka,
maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan bahwa perikatan dapat terjadi, baik
karena perjanijian maupun karena Undang-Undang. Dengan kata lain, sumber
peikatan adalah Undang-Undang dan perikatan. Dalam pasal 1352 KUH Perdata,
perikatan yang terjadi karena Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu
perikatan yang terjadi semata-mata karena ditentukan dalam Undang-Undang dan
perikatan yang terjadi karena perbuatana orang. Perikatan yang terjadi karena
perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perbuatan
menurut hukum (rechmatig daad) dan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).
Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak
dan azas konsensualisme.
a. Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b. Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah :
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat
suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu
telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan
harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap
pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya
isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh
cara hapusnya perikatan. Kespeluh cara tersebut diuraikan satu demi satu
berikut ini :
1. Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak
hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda.
Dalam hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara
timbal balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan
benda.
2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti
Penitipan
Jika debitor telah melakukan
penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries, kemudian kreditor menolak
penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitor menitipkan
pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan
demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ).
3. Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara
mengganti utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru. Dalam
hal utang lama diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek
perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal
terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika debitornya yang diganti,
pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti,
pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama
lenyap.
4. Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang
apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbal balik dilakukan
perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama lenyap.
5. Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran
utang itu terjadi apabila kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu
tangan. Pencampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang
ini utang piutang menjadi lenyap.
6. Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan
tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan
haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan
menjadi lenyap atau hapus.
7. Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH
Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak
dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor, dan
sebelum dia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan
menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu
secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda
itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti
harganya.
Meskipun debitor lalai menyerahkna
benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila dapat membuktikan
bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar
kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama measkipun
sudah berada di tangn kreditor.
8. Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH
Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif.
Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan
hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable).
9. Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan
isis perikatan yang disetujui oleh kedua pihak, syarat tersebut apabila
dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig,
void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu
dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak
pernah terjadi perkatan.
10. Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1946 KUH
Perdata, lampau waktu adalah alat untuk memperolah sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan
syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang.
http://saifulanamlaw.blogspot.co.id/2013/08/asas-asas-hukum-perikatan-yang-harus.html
http://sina-na.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hukum-perdata-tentang-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar