A. PENGERTIAN ETIKA MENURUT PARA AHLI
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika yaitu ilmu
tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral. Berikut adalah
pengertian etika menurut beberapa ahli:
1.
Profesor Robert Saloman
Etika dapat dikelompokkan menjadi
dua definisi yaitu:
§
Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk
bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut
pemahaman manusia sebagai individu yang beretika.
§
Etika merupakan hukum sosial. Etika merupakan hukum yang
mengatur, mengendalikan serta membatasi perilaku manusia.
2.
Rosita Noer
Etika adalah ajaran (normatif) dan pengetahuan (positif)
tentang yang baik dan yang buruk, menjadi tuntutan untuk mewujudkan kehidupan
yang lebih baik.
3.
Drs. O.P. Simorangkir
Etika atau etik ialah pandangan manusia dalam berperilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
4.
Drs. Sidi Gajabla
Etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
5.
Drs. H. Burhanudin Salam
Etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya
6.
James J. Spillane SJ
Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku
manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih
mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan
benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
7.
Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika merupakan suatu ilmu yang
memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan manusia.
8.
Soergarda Poerbakawatja
Etika merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan
nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan dan kesusilaan.
9.
H. A. Mustafa
Etika ialah ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana
yang baik dan yang buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh
apa yang telah diketahui oleh akal pikiran.
10. W.J.S. Poerwadarminto
Etika merupakan ilmu pengetahuan
mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan akhlak.
11. Drs. Sidi Gajabla
Etika merupakan teori tentang perilaku atau perbuatan
manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat
ditentukan oleh akal manusia.
12. K. Bertens
Etika merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan
bagi manusia secara individu maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah
lakunya.
13. Ahmad Amin
Etika merupakan suatu ilmu yang
menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
14. Hamzah Yakub
Etika merupakan ilmu yang
menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta memperlihatkan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
15. Aristoteles
Mengemukakan etika ke dalam dua
pengertian, yakni:
§
Terminius Technicus ialah etika
dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan
atau perbuatan manusia.
§
Manner and Custom ialah suatu
pembahasan etika yang terkait dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat
dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat dengan
arti ‘baik dan buruk’ suatu perilaku, tingkah laku, atau perbuatan manusia.
16. Maryani dan Ludigdo
Etika merupakan seperangkat norma,
aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat
atau segolongan masyarakat.
17. Martin
Etika ialah suatu disiplin ilmu
yang berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau
perilaku manusia.
18. Ramali dan Pamuncak
Etika adalh pengetahuan tentang
perilaku yang benar dalam profesi.
19. Asmaran
Etika adalah ilmu yang mempelajari
perilaku manusia, tidak hanya menentukan kebenaran seperti mereka, tetapi juga
untuk menyelidiki manfaat atau keuntungan dari semua perilaku manusia.
Apabila melihat definisi etika menurut beberapa ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan etika adalah suatu cabang dari ilmu
filsafat yang berbicara tentang perilaku manusia mulai dari baik-buruk, benar-salah,
tanggung jawab dan di dalam etika terdapat norma-norma. Etika juga memiliki
pengertian yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang penggunanya,
yaitu:
1.
Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal
tentang moralitas.
2.
Bagi sosiolog, etika adalah adat, perilaku orang-orang dari
lingkungan budaya tertentu.
3.
Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan
lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan
(ekspektasi) profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang
profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjalinnya interaksi
antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional
dan terhormat.
4.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti
kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap
organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi, terhadap pemrintah dan
pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap masyarakat. Kriteria wajar,
jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk eksekutif lain
di rumah sakit.
5.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan
pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang
dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
1) Prinsip Keindahan
Prinsip ini
mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap
keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai
keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya.
Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga
membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2) Prinsip PersamaanSetiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
3) Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4) Prinsip Keadilan
kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5) Prinsip Kebebasan
sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
- kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
- kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut.
- kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6) Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang
Berdasarkan teori ekonomi, bisnis
memang mempunyai etika. Kalau bisnis mempunyai etika, maka pertanyaan yang
muncul adalah prinsip etika yang mana yang berlaku dalam kegiatan bisnis?
Apakah prinsip-prinsip itu berlaku umum? Beberapa prinsip etika bisnis dapat
disampaikan sebagai berikut:
1.
Prinsip
Otonomi
Otonomi merupakan sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran
sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Seseorang dikatakan
memiliki prinsip otonomi dalam berbisnis jika ia sadar sepenuhnya akan
kewajibannya dalam dunia bisnis. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi
yang dihadapinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya. Ia
sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta risiko
atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaannya maupun bagi
pihak lain.
2.
Prinsip
Kejujuran
Sesungguhnya para pelaku bisnis modern sadar dan mengakui
bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilannya, termasuk
untuk bertahan dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis yang penuh dengan
persaingan. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing
pihak dan selanjutnya sangat menentukan hubungan dan kelangsungan bisnis
masing-masing pihak. Apabila salah satu pihak berlaku curang, maka pihak yang
dirugikan untuk waktu yang akan datang tidak akan lagi bersedia menjalin
hubungan bisnis dengan pihak yang berbuat curang tersebut.
3.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar
setiap orang dalam kegiatan bisnis diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil sesuai dengan kriteria yang rasional, obyektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Keadilan menuntut agar tidak ada pihak yang dirugikan hak
dan kepentingan.
4.
Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis
dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Jadi kalau
prinsip keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya, prinsip saling menguntungkan menuntut hak yang sama yaitu agar
semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini
terutama mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis.
5.
Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menganjurkan agar
orang-orang yang menjalankan bisnis tetap dapat menjaga nama baik perusahaan.
Perusahaan harus mengelola bisnisnya sedemikian rupa agar tetap dipercaya,
tetap paling unggul, dan tetap yang terbaik. Dengan kata lain prinsip ini
merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam dri pelaku bisnis dan perusahaan
untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan. Hal ini tercermin dalam selurh
perilaku bisnisnya dengan siapa saja baik keluar maupun ke dalam perusahaan.
Perkembangan dalam Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang
luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Untuk memahami perkembangan etika
bisnis De George membedakannya kepada lima periode, yaitu:
1.
Situasi Terdahulu
Berabad-abad lamanya etika berbicara
pada taraf ilmiah tentang masalah ekonomi dan bisnis sebgai salah satu topik di
samping sekian banyak topik lain. Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain meyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan menusia bersama dalam Negara dan dalam konteks itu mereka
membahas juga bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam
kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan
tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern. Dengan membatasi diri pada
situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan
bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar ekonomi dan bisnis
terutama disoroti dalam teologi.
Dengan demikian di Amerika
Serikat selama paro pertama abad ke-20 etika dalam bisnis terutama dipraktekkan
dalam konteks agama dan teologi. Pendekatan ini masih berlangsung terus sampai
hari ini, di Amerika Serikat maupun di tempat lain. Para paus mengeluarkan
ensiklik-ensiklik social baru sampai dengan Sollicitudo Rei Socialis (1987) dan
Centesimus Annus (1991) dari Paus Yohanes Paulus II. Suatu contoh bagus khusus
untuk Amerika Serikat adalah dokumen pastoral yang dikeluarkan oleh para uskup
Amerika Serikat dengan judul Economic Justice for All. Catholic Social Teaching
and the U.S. Economy (1986).
2.
Masa Peralihan tahun 1960-an
Dalam tahu 1960-an terjadi
perkembangan baru yang bisa dlihat sebagai persiapan langsung bagi timbulnya
etika bisnis dalam decade berikutnya. Dasawarsa 1960-an ini di Amerika Serikat
(dan dunia Barat pada umumnya) ditandai oleh pemberontakan terhadap kuasa dan
otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukota Prancis bulan Mei 1968),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Suasana tidak tenang ini
diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda
dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini
mengakibatkan demonstrasi-demonstrasi paling besar yang pernah disaksikan di
Amerika Serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka
terjadi antara militer dan industry. Industry dinilai terutama melayani
kepentingan militer.
Dunia pendidikan menanggapi
situasi ini dengan cara berbeda-beda. Salah satu reaksi paling penting adalah
member perhatian khusus kepada social issues dalam kuliah tentang manajemen.
Beberapa sekolah bisnis mulai dengan mencantumkan mata kuliah baru dalam
kurikulumnya yang biasa diberi nama Business and Society. Kuliah ini diberikan
oleh dosen-dosen manajemen dan mereka menyusun buku-buku pegangan dan publikasi
lain untuk menunjang mata kuliah baru itu. Salah satu topik yang menjadi
popular dalam konteks itu adalah corporate social responsibility ( tanggung
jawab social perusahaan). Pendekatan ini diadakan dari segi manajemen dengan
sebagaian melibatkan juga hokum dan sosiologi, tetapi teori etika filosofis di
sini belum dimanfaatkan.
3.
Etika bisnis lahir di
Amerika Serikat tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu
bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai terbentuk di
Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika membicarakan
aspek-aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan moral lainnya
(etika dalam hubungan dengan bisnis), kini mulai berkembang etika bisnis dalam
arti sebenarnya. Terutama ada dua factor yang member kontribusi besar kepada
kelahiran etika bisnis di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1970-an.
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etika sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis
moral yang sedang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat. Kita akan memandang
dua factor ini dengan lebih rinci.
Jika sebelumya hanya para
teolog dan agamawan pada tahap ilmiah membicarakan masalah-masalah moral dari
bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dan
dalam waktu singkat menjadi kelompok yang paling dominan. Beberapa tahun
sebelumnya, filsuf-filsuf lain sudah menentukan etika biomedis (disebut juga :
bioetika) sebagai suatu bidang garapan yang baru. Sebagaian terdorong oleh
sukses usaha itu, kemudian beberapa filsuf memberanikan diri untuk terjun dalam
etika bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Bagi filsuf-filsuf
bersangkutan sebenarnya langkah ini merupakan perubahan cukup radikal, karena
suasana umum penelitian filsafat pada saat itu justru jauh dari masalah
praktis. Pantas dicatat lagi, dalam mengembangkan etika bisnis para filsuf
cenderung bekerja sama dengan ahli-ahli lain, khususnya ahli ekonomi dan
manejemen. Dengan itu mereka meneruskan tendensi etika terapan pada umumnya,
yang selalu berorientasi multidisipliner. Norman E. Bowie malah menyebut suatu
kerja sama macam itu sebagai tanggal kelahiran etika bisnis, yaitu konferensi
perdana tentang etika bisnis yang diselenggarakan di Universitas Kansan oleh
Philosophy Departement (Richard De George) bersama College of Business (joseph
Pichler) bulan November 1974. Makalah-makalahnya kemudian diterbitkan dalam
bentuk buku : Ethics, Free Enterprise, and Public Policy: Essays on Moral
Issues in Business (1978).
Factor kedua yang memacu timbulnya
etika bisnis sebagai suatu bidang studi yang serius adalah krisis moral yang
dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun 1970-an. Krisis moral dalam yang
dialami dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang
melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Sekitar tahun 1970 masih
berlangsung demonstrasi-demonstrasi besar melawan keterlibatan Amerika dalam
perang Vietnam. Karena perkembangan perang ini, banyak orang mulai meragukan
kredibilitas pemerintah federal di Washington dan para politisi pada umumnya.
Krisis moral ini menjadi lebih besar lagi dengan menguaknya “Watergate Affair”
yang akhirnya memaksa Presiden Richard Nixon mengundurkan diri (pertama kali
dalam sejarah Amerika). Dilatarbelakangi krisis moral yang umum itu, dunia
bisnis Amerika tertimpa oleh krisis moral yang khusus. Pada awal tahun 1970-an
terjadi beberapa skandal dalam bisnis Amerika, di mana pebisnis berusaha
menyuap politisi atau member sumbangan illegal kepada kampanye politik. Yang
mendapat publisitas paling luas antara skandal-skandal bisnis ini adalah
“Lockheed Affair”, kasus korupsi yang melibatkan perusahaan pesawat terbang
Amerika yang terkemuka ini. Kasus korupsi dan komisi seperti itu mengakibatkan
moralitas dalam berbisnis semakin dipertanyakan. Masyarakat mulai menyadari
bahwa ada suasana kurang sehat dalam dunia bisnis dan bahwa krisis moral itu
segera harus diatasi.
Sebagaian sebagai reaksi atas
terjadinya peristiwa-peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam
kalangan pendidikan Amerika dirasakan kebutukan akan refleksi etika di bidang
bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata
kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi yang mendidik manajer dan ahli ekonomi.
Keputusan ini ternyata berdampak luas. Jika etika bisnis menjadi suatu mata
kuliah tersendiri, harus ada dosen, buku pegangan dan bahan pengajaran lainnya,
pendidikan dosen etika bisnis haru diatur, komunikasi ilmiah antara para ahli
etika bisnis harus dijamin dengan dibukanya organisasi profesi serta jurnal
ilmiah, dan seterusnya. Misalnya, Norman E. Bowie, sekretaris eksekutif dari
American Philosophical Association, mengajukan proposal kepada National
Endowment for the Humanities (dari Kementerian Pendidikan Amerika) guna
menyusun pedoman untuk pengajaran kuliah etika bisnis. Kelompok yang yang
terdiri atas beberapa filsuf, dosen sekolah bisnis, dan praktisi bisnis ini
diberi nama Commeittee for Education in Business Eyhics dan membutuhkan tiga
tahun untuk menyelesaikan laporannya pada akhir tahun 1980. Dengan demikian
dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis
banyak menyumbang kepada perkembangannya kea rah bidang ilmiah yang memiliki
identitas sendiri.
4.
Etika bisnis meluas ke Eropa
tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis
sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula –
mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan
Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara – negara Eropa Barat
lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnis di Eropa
mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kulah
pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudinan sudah tedapat dua
belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada
tahun 1987 didirikan European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan
menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta seklah bisnis ,
para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan internasional 9seperti
misalnya serikat buruh). Konferensi EBEN yang pertama berlangsung di Brussel
(1987). Konferensi kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi
setiap tahun : milano (1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , noewegia
(1993), St. Gallen Swis (1994), Breukelen , Belanda (1995), Frankfurt (1996).
Sebagaian bahan konferensi – konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk
buku.
5.
Etika bisnis menjadi fenomena
global tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah
menjadi jelas ,etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika
bisnis dipeajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendungar
tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak
runthnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan
bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi
yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat gllobal
etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business
management economis and ethics (ISBEE).
Profil Etika Bisnis Dewasa Ini
Kini etika bisnis mempunyai
status imiah yang serius. Ia semakin diterima di antara ilmu – ilmu yang sudah
mapan dan memiliki ciri – ciri yang biasanya menandai sebuah ilmu. Tentu saja
masih banyak harus dikerjakan. Etika bisnis harus bergumul terus untuk
membuktikan diri sebagai disiplin ilmu yang dapat disegani. Disini kami
berusaha menggambarkan beberapa pertanda yang menunjukan setatus itu cukup
meyakinkan, sekaligus kami mencoba melukiskan profil ilmiah dari etika bisnis
sebagaimana tampak sekarang.
§ Praktis di segala kawasan etika
bisnis diberikan sebagai mata kuliah di perguruan tinggi.
§ Banyak sekali publikasi
diterbitkan etika bisnis. Pada tahun 1987 De George menyebut adanya paling
sidikit 20 buku pegangan tentang etika bisnis dan 10 buku kasus Amerika
Serikat.
§ Sudah ada cukup banyak jurnal
ilmiah khusus tentang etika bisnis, munculnya jurnal merupakan suatu gejala
penting yang menunjukan tercapainya kematangan ilmiah bagi bidang yang
bersangkutan.
Munculnya etika dalam bisnis di
negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa yang semakin berkembang
akhirnya dipraktekan di negara ASEAN termasuk Indonesia, saat ini di Indonesia
telah banyak perguruan tinggi yang mengajarkan etika dalam dunia bisnis. Selain
itu telah didirikan Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU) di
Indonesia.
Ethical
Governance
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah ajaran untuk
berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia yang
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin
menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari,
bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan disebut pula sopan
santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada
sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir
(lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam
pergaulan. Tujuannya bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk
sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu
kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku
dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain-lain. Selain itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan
seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan
esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah dari
dalam diri (batin) manusia itu sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat
otonom, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Selain itu, sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan juga bisa mendapat celaan di tengah-tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu
bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip
pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali
dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi,
kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam
pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah
konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus
bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat
multidimensi.
1.
Governance System
Istilah sistem pemerintahan merupakan kombinasi dari dua
kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah". Berarti sistem
secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan
fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan,
sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang
terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi
keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala
sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan
negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti sistem
pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan
kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyatnya.
Menurut Moh. Mahfud MD, adalah pemerintah
negara bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga
cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD,
2001: 74). Dengan demikian, dapat disimpulkan sistem adalah sistem pemerintahan
negara dan administrasi hubungan antara lembaga negara dalam rangka
administrasi negara. Jenis Sistem Pemerintahan:
§ Sistem Kepresidenan
§ Sistem Parlemen
§ Sistem Referendum.
Komponen unsure- unsure yang tidak
dapat terpisahkan, dari governance system yaitu :
a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk
menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah:
§ Undang Undang No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
§ Undang Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b.
Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan
berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan
oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan
dengan hal ini adalah :
§ Peraturan Bank Indonesia No.
1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
§ Peraturan Bank Indonesia No.
2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
§ Peraturan Bank Indonesia No.
5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit
and Proper Test)
c.
Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai
tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan
bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain)
adalah :
§ Peraturan Bank Indonesia No.
5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum.
§ Peraturan Bank Indonesia No.
5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
§ Peraturan Bank Indonesia No.
6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum.
§ Peraturan Bank Indonesia No.
6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
2.
Budaya Etika
3.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang
telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di
sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya
suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah distimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan
adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris
dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan
direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan
oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian
yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi
lebih mudah dan cepat.
a. Pengertian GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7), istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
§
Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo
(2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan
pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur,
pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme pengecekan dan
pemantauan perilaku manejemen puncak”.
§
Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada
pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi
semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi
tersebut”.
§
Tanri Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG
merupakan pilar utama fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era
persaingan global, sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate
leadership yang efektif”.
§
Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai
sebuah governance system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor
terhadap korporasi melalui mekanisme control and balance antar berbagai organ
dalam korporasi, terutama antara.
§
Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”. Secara sederhananya, CG
diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi.
b. Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman
korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini
adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor:
Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
§
Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi
target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang,
pencapaian laba.
§
Kemandirian
Suatu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini
sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU
lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
§
Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak
boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus
selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu
tinggi.
§
Pertanggungjawaban
Kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris,
Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan
harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
§
Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra,
memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
4.
Kode Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku
Korporasi (Corporate Code Of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu
contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct)
adalah sebagai berikut:
NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good
Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan
sebagai berikut : Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk
para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA
KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang
mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah
didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan
penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan
bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Adapun
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah
sebagai berikut :
§
Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan,
etika, nilai, sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
§
Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber
daya secara efektif dan efisien.
§
Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada
pemegang saham dan stake holder lainnya.
§
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance,
diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
˗
Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola
Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder
lainnya.
˗
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam
menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan
Karyawannya.
˗
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang
mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan,
Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best
Practice.
˗
Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang
Manajemen Risiko dan Implementasinya.
˗
An Auditing Committee Contract – arranges the Organization
and Management of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
˗
Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata
Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
DAFTAR PUSTAKA
https://ikamaullydiana.wordpress.com/2013/12/09/etika-profesi-akuntansi-2/